Sabtu, 19 Januari 2013

PRINSIP DAN ATURAN PERILAKU AUDITOR INTERNAL


Prinsip
Auditor internal diharapkan menerapkan dan menegakkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Integritas
Integritas auditor internal membangun kepercayaan dan dengan demikian memberikan dasar untuk landasan penilaian mereka.
2. Objektivitas
Auditor internal menunjukkan objektivitas profesional tingkat tertinggi dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi tentang kegiatan atau proses yang sedang diperiksa. Auditor internal membuat penilaian yang seimbang dari semua keadaan yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan mereka sendiri atau pun orang lain dalam membuat penilaian
3. Kerahasiaan
Auditor internal menghormati nilai dan kepemilikan informasi yang mereka terima dan tidak mengungkapkan informasi tanpa izin kecuali ada ketentuan perundang-undangan atau kewajiban profesional untuk melakukannya.
4. Kompetensi
Auditor internal menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang diperlukan dalam pelaksanaan layanan audit internal.


Aturan Perilaku
1. Integritas
Auditor Internal:

1.1. Harus melakukan pekerjaan mereka dengan kejujuran, ketekunan, dan tanggung jawab.

1.2. Harus mentaati hukum dan membuat pengungkapan yang diharuskan oleh ketentuan perundang-undangan dan profesi.

1.3. Sadar tidak boleh terlibat dalam aktivitas ilegal apapun, atau terlibat dalam tindakan yang memalukan untuk profesi audit internal atau pun organisasi.

1.4. Harus menghormati dan berkontribusi pada tujuan yang sah dan etis dari organisasi.

2. Objektivitas

Auditor Internal:

2.1. Tidak akan berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan apapun yang dapat mengganggu, atau dianggap dianggap mengganggu, ketidakbiasan penilaian mereka. Partisipasi ini meliputi kegiatan-kegiatan atau hubungan-hubungan yang mungkin bertentangan dengan kepentingan organisasi.

2.2. Tidak akan menerima apa pun yang dapat mengganggu, atau dianggap dianggap mengganggu, profesionalitas penilaian mereka.

2.3. Harus mengungkapkan semua fakta material yang mereka ketahui yang, jika tidak diungkapkan, dapat mengganggu pelaporan kegiatan yang sedang diperiksa.

3. Kerahasiaan
Auditor Internal:
3.1. Harus berhati-hati dalam penggunaan dan perlindungan informasi yang diperoleh dalam tugas mereka.
3.2. Tidak akan menggunakan informasi untuk keuntungan pribadi atau yang dengan cara apapun akan bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan atau merugikan tujuan yang sah dan etis dari organisasi.

4. Kompetensi 
Auditor Internal:
4.1. Hanya akan memberikan layanan sepanjang mereka memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang diperlukan.
4.2. Harus melakukan audit internal sesuai dengan Standar Internasional Praktik Profesional Audit Internal.
4.3. Akan terus-menerus meningkatkan kemampuan dan efektivitas serta kualitas layanan mereka.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)


Dasar Hukum

  1. UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
  2. KMK No.201/KMK.04/2000 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
  3. KMK No. 523/KMK.04/1998 Tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
  4. KMK No. 1004/KMK.04/1985 Tentang Penentuan Badan atau Perwakilan Organisasi Internasional yang Menggunakan Objek Pajak Bumi dan Bangunan Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
  5. Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000 Tentang Tata Cara Penetapan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
  6. Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-43/PJ.6/2003 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak (NJOPTKP) PBB dan Perubahan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) BPHTB Untuk Tahun Pajak 2004.
  7. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994 Tentang Penegasan dan Penjelasan Pembebasan PBB atas Fasilitas Umum dan Sarana Sosial Untuk Kawasan Industri dan Real Estate.

Istilah Penting dalam UU PBB

( Pasal 1 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No. 12 Tahun 1994)
  1. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya;
  2. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan;
  3. Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti;
  4. Surat Pemberitahuan Obyek Pajak adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan undang-undang ini;
  5. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada wajib pajak;
Obyek Pajak

( Pasal 2 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )

Yang menjadi objek pajak adalah Bumi dan Bangunan

Pengertian Bumi

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.

Pengertian Bangunan

Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.

Yang termasuk pengertian bangunan adalah :

Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;
  • jalan TOL;
  • kolam renang;
  • pagar mewah;
  • tempat olah raga;
  • galangan kapal, dermaga;
  • taman mewah;
  • tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
  • fasilitas lain yang memberikan manfaat;

Klasifikasi Bumi dan Bangunan

( Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )

Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang terhutang.


Subyek PBB

( Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )

Yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata 
  • mempunyai hak atas bumi/tanah, dan/atau;
  • memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan/atau;
  • memiliki, menguasai atas bangunan dan/atau;
  • memperoleh manfaat atas bangunan.

Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut UU PBB.

Apabila suatu objek pajak tidak diketahui secara jelas siapa yang akan menanggung pajaknya maka yang menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak adalah Direktorat Jenderal Pajak.

Penetapan ini ditentukan berdasarkan bukti-bukti :
  • Apakah ada perjanjian antara pemilik dan penyewa yang mengatur ?
  • Siapa yang menanggung kewajiban pajaknya ?
  • Dan siapa yang secara nyata mendapat manfaat atas bidang tanah dan bangunan tersebut?

Tarif Pajak

( Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )

Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh persen).


Dasar Pengenaan PBB

( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. Pasal 2 (3) KMK-523/KMK.04/1998)

Yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.

Meskipun pada dasarnya penetapan nilai jual objek pajak adalah 3 (tiga) tahun sekali, namun untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan nilai jual objek pajak cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali. Dalam menetapkan nilai jual, Menteri Keuangan mendengar pertimbangan Gubernur serta memperhatikan asas self assessment.

Nilai jual sebagai Dasar Pengenaan PBB dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok A dan kelompok B (KMK-523/KMK.04/1998).

Dalam hal ada objek pajak yang nilai jual per M2 nya lebih besar dari ketentuan Nilai Jual Objek Pajak, Nilai Jual Objek Pajak yang terjadi di lapangan tersebut digunakan sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.

Dasar Penghitungan Pajak

( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. PP No.25 Tahun 2002).

Yang menjadi dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) atau NJKP, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen).

Besarnya persentase NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.

Contoh :

Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp 1.000.000,00 persentase Nilai Jual Objek Pajak misalnya 20% maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak : 20% x Rp 1.000.000,00 = Rp200.000,00


Dasar Penghitungan Pajak

( Pasal 7 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994).

Secara umum besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), atau lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan pada rumus dibawah ini:


Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)                       XXXX

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOTKP)    XXXX -

Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP)          XXXX



Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)                        XXXX

= 20% X NJOPKP (untuk NJOP < 1 Miliar); atau

= 40% X NJOPKP (untuk NJOP 1 Miliar atau lebih)

Besarnya PBB terutang = 0,5 % X NJKP                XXXX








LETTER OF CREDIT (L/C)

Letter of credit, atau sering disingkat menjadi L/C, LC, atau LOC, adalah sebuah cara pembayaran internasional yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran tanpa menunggu berita dari luar negeri setelah barang dan berkas dokumen dikirimkan keluar negeri (kepada pemesan).

PELAKU L/C
  1. Applicant atau pemohon kredit adalah importir (pembeli) yang mengajukan aplikasi L/C.
  2. Beneficiary adalah eksportir (penjual) yang menerima L/C.
  3. Issuing bank atau opening adalah bank pembuka L/C.
  4. Advising bank adalah bank yang meneruskan L/C, yaitu bank koresponden (agen) yang meneruskan L/C kepada beneficiary. Bank tidak bertanggung jawab atas isi L/C dan hanya bertindak sebagai perantara.
  5. Confirming bank adalah bank yang melakukan konfirmasi atas permintaan issuing bank dan menjamin sepenuhnya pembayaran.
  6. Paying bank adalah bank yang secara khusus ditunjuk dalam L/C untuk melakukan pembayaran danbeneficiary berkewajiban
  7. Carrier adalah pengangkut barang yang dikirim (Perusahaan Pelayaran/Penerbangan) untuk dibeberapa negara dengan perbatasan darat bisa juga perusahaan angkutan darat seperti truk, kereta Dll).
TATA CARA PEMBAYARAN DENGAN L/C
  1. Importir meminta kepada banknya (bank devisa) untuk membuka suatu L/C untuk dan atas nama eksportir. Dalam hal ini, importir bertindak sebagai opener. Bila importir sudah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk impor seperti keharusan adanya surat izin impor, maka bank melakukan kontrak valuta (KV) dengan importir dan melaksanakan pembukaan L/C atas nama importir. Bank dalam hal ini bertindak sebagaiopening/issuing bank. Pembukaan L/C ini dilakukan melalui salah satu koresponden bank di luar negeri. Koresponden bank yang bertindak sebagai perantara kedua ini disebut sebagai advising bank ataunotifiying bank. Advising bank memberitahukan kepada eksportir mengenai pembukaan L/C tersebut. Eksportir yang menerima L/C disebut beneficiary.
  2. Eksportir menyerahkan barang ke Carrier, sebagai gantinya Eksportir akan mendapatkan bill of lading.
  3. Eksportir menyerahkan bill of lading kepada bank untuk mendapatkan pembayaran. Paying bank kemudian menyerahkan sejumlah uang setelah mereka mendapatkan bill of lading tersebut dari eksportir. Bill of lading tersebut kemudian diberikan kepada Importir.
  4. Importir menyerahkan bill of lading kepada Carrier untuk ditukarkan dengan barang yang dikirimkan oleh eksportir.
JENIS-JENIS L/C

Revocable L/C
Adalah L/C yang sewaktu-waktu dapat dibatalkan atau diubah secara sepihak oleh opener atau oleh issuing banktanpa memerlukan persetujuan dari beneficiary.

Irrevocable L/C
Irrevocable L/C adalah L/C yang tidak bisa dibatalkan selama jangka berlaku (validity) yang ditentukan dalam L/C tersebut dan opening bank tetap menjamin untuk menerima wesel-wesel yang ditarik atas L/C tersebut. Pembatalan mungkin juga dilakukan, tetapi harus atas persetujuan semua pihak yang bersangkutan dengan L/C tersebut.

Irrevocable dan Confirmed L/C
L/C ini diangggap paling sempurna dan paling aman dari sudut penerima L/C (beneficiary) karena pembayaran atau pelunasan wesel yang ditarik atas L/C ini dijamin sepenuhnya oleh opening bank maupun oleh advising bank, bila segala syarat-syarat dipenuhi, serta tidak mudah dibatalkan karena sifatnya yang irrevocable.

Clean Letter of Credit
Dalam L/C ini tidak dicantumkan syarat-syarat lain untuk penarikan suatu wesel. Artinya, tidak diperlukan dokumen-dokumen lainnya, bahkan pengambilan uang dari kredit yang tersedia dapat dilakukan dengan penyerahan kuitansi biasa.

Documentary Letter of Credit
Penarikan uang atau kredit yang tersedia harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen lain sebagaimana disebut dalam syarat-syarat dari L/C.

Documentary L/C dengan Red Clause
Jenis L/C ini, penerima L/C (beneficiary) diberi hak untuk menarik sebagian dari jumlah L/C yang tersedia dengan penyerahan kuitansi biasa atau dengan penarikan wesel tanpa memerlukan dokumen lainnya, sedangkan sisanya dilaksanakan seperti dalam hal documentary L/C. L/C ini merupakan kombinasiopen L/C dengan documentary L/C.

Revolving L/C
L/C ini memungkinkan kredit yang tersedia dipakai ulang tanpa mengadakan perubahan syarat khusus pada L/C tersebut. Misalnya, untuk jangka waktu enam bulan, kredit tersedia setiap bulannya US$ 1.200, berarti secara otomatis setiap bulan (selama enam bulan) kredit tersedia sebesar US$ 1.200, tidak peduli apakah jumlah itu dipakai atau tidak.

Back to Back L/C
Dalam L/C ini, penerima (beneficiary) biasanya bukan pemilik barang, tetapi hanya perantara. Oleh karena itu, penerima L/C ini terpaksa meminta bantuan banknya untuk membuka L/C untuk pemilik barang-barang yang sebenarnya dengan menjaminkan L/C yang diterimanya dari luar negeri.

Transferable L/C
Beneficiary berhak memnita kepada bank yang diamanatkan untuk melakukan pembayaran/akseptasi kepada setiap bank yang berhak melakukan negosiasi, untuk menyerahkan hak atas kredit sepenuhnya/sebagian kepada pihak ketiga.

Stand by Letter of Credit
Suatu jaminan khusus yang biasa nya dipakai sebagai "stand by" oleh pihak beneficiary atau bank atas nama nasabah nya. Dalam hal ini apabila pihak applicant gagal untuk melaksanakan suatu kontrak/gagal untuk membayar pinjaman/memenuhi pinjamannya, maka Bank yang bersangkutan akan membayar kepada pihak beneficiary atas penyerahan selembar sight draft & surat pernyataan dari pihak beneficiary yang menyatakan bahwa applicant atau kontraktor tidak dapat melaksanakan kontrak yang di setujui, membayar pinjaman/memenuhi kewajibannya.

UCP 600
UCP 600 (“Uniform Customs & Practice for Documentary Credits”) adalah versi terakhir untuk pedoman umum internasional (best practice) transaksi LC yang diterbitkan oleh #ALIHICC (International Chamber of Commerce). UCP 600 berlaku efektif sejak 1 Juli 2007 menggantikan pedoman sebelumnya (UCP 500). Sejak tanggal tersebut diharapkan semua bank yang menerbitkan LC baru mengacu pada UCP 600.

FAKTUR PAJAK


Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP).

Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
1.penyerahan Barang Kena Pajak;
2.penyerahan Jasa Kena Pajak;
3.ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan/atau
4.ekspor Jasa Kena Pajak.

Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender yang disebut dengan Faktur Pajak gabungan.

Saat Pembuatan Faktur Pajak

Faktur Pajak harus dibuat pada:
1.saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
2.saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
3.saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
4.saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP setelah jangka waktu 3 bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.

Ketentuan Pembuatan Faktur Pajak

Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak dengan ketentuan sebagai berikut :
1.dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang paling sedikit memuat :
a.nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
b.nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
c.jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d.PPN yang dipungut;
e.PPn BM yang dipungut;
f.kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g.nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

2.Setiap Faktur Pajak harus menggunakan Kode dan Seri Faktur Pajak yang telah ditentukan di dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak, yaitu :
a.kode Faktur Pajak terdiri dari :
  • 2 (dua) digit Kode Transaksi;
  • 1 (satu) digit Kode Status; dan
  • 3 (tiga) digit Kode Cabang.
b.nomor seri Faktur Pajak terdiri dari :
  • 2 (dua) digit Tahun Penerbitan; dan
  • (delapan) digit Nomor Urut.
3.bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak dan dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam butir a di atas. Pengadaan formulir Faktur Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.

4.Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam rangkap dua yaitu :
a.lembar ke-1 : Untuk Pembeli BKP atau Penerima JKP sebagai bukti Pajak Masukan.
b.lembar ke-2 : Untuk PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagai bukti Pajak Keluaran.
c.Dalam hal Faktur Pajak dibuat lebih dari rangkap dua, maka harus dinyatakan secara jelas penggunaannya dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan.

5.Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani termasuk kesalahan dalam pengisian kode dan nomor seri merupakan Faktur Pajak cacat;

6.dalam hal rincian BKP atau JKP yang diserahkan tidak dapat ditampung dalam satu Faktur Pajak, maka PKP dapat membuat Faktur Pajak dengan cara :
a.dibuat lebih dari satu Faktur Pajak yang masing-masing menggunakan kode dan nomor seri Faktur Pajak yang sama,ditandatangani setiap lembarnya, dan khusus untuk pengisian baris Harga Jual/ Penggantian/ Uang Muka/ Termijn, Potongan Harga, Uang Muka yang telah diterima, Dasar Pengenaan Pajak, dan PPN cukup diisi pada lembar Faktur Pajak terakhir; atau
b.dibuat satu Faktur Pajak asalkan menunjuk nomor dan tanggal Faktur Penjualan yang bersangkutan dan faktur penjualan tersebut merupakan lampiran Faktur Pajak yang tidak terpisahkan.

7.PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama pejabat (dapat lebih dari 1 orang termasuk yang diberikan kuasa) yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai contoh tandatangannya kepada Kepala KPP di tempat PKP dikukuhkan paling lambat pada saat pejabat yang berhak menandatangani mulai menandatangani Faktur Pajak.

8.Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan pada huruf a di atas dapat dipersamakan sebagai Faktur Pajak.

9.Atas Faktur Pajak yang cacat, atau rusak, atau salah dalam pengisian, atau penulisan, atau yang hilang, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat membuat Faktur Pajak Pengganti.

Dokumen Tertentu Yang Kedudukannya Dipersamakan Dengan Faktur Pajak

Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak paling sedikit harus memuat :
  1. nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan;
  2. nama pembeli BKP atau penerima JKP;
  3. jumlah satuan barang apabila ada;
  4. Dasar Pengenaan Pajak; dan
  5. jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.

Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak adalah :
  1. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
  2. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh Bulog/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;
  3. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak;
  4. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi;
  5. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
  6. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan;
  7. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik;
  8. Pemberitahuan Ekspor Jasa Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, untuk ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
  9. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor Barang Kena Pajak; dan
  10. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean.

Larangan Membuat Faktur Pajak

Orang Pribadi atau Badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak.

Sanksi

PKP dikenai sanksi administrasi sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak apabila tidak membuat Faktur Pajak, tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap, dan melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak.

Seri PPN dan PPnBM - Cara Menghitung PPN dan PPnBM



Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)

PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

Tarif PPN dan PPnBM
1.Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen).
2.Tarif PPN sebesar 0% (sepuluh persen) diterapkan atas:
*ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud;
*ekspor BKP Tidak Berwujud; dan
*ekspor Jasa Kena Pajak.
3.Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen).
4.Tarif PPnBM atas ekspor BKP yang tergolong mewah adalah 0% (nol persen).

Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
1.Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2.Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP),ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
3.Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN.
4.Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
5.Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut :

1.untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
2.untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
3.untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata;
4.untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
5.untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;
6.untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar;
7.untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan;
8.untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;
9.untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
10.untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

Contoh Cara Menghitung PPN dan PPnBM
1.PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
= 10% x Rp25.000.000,00
= Rp2.500.000,00
PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.

2.PKP “B” melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp20.000.000,00
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B”
= 10% x Rp20.000.000,00
= Rp 2.000.000,00
PPN sebesar Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.

3.Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar Rp15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
= 10% x Rp15.000.000,00
= Rp 1.500.000,00

4.Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%.
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:

A.Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,00
B.PPN = 10% x Rp5.000.000,00
= Rp500.000,00
C.PPn BM = 20% x Rp5.000.000,00
= Rp1.000.000,00

5.Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%.
Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya, maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :

A.Dasar Pengenaan Pajak = Rp50.000.000,00
B.PPN = 10% x Rp50.000.000,00
= Rp5.000.000,00
c. PPn BM = 35% x Rp50.000.000,00
= Rp17.500.000,00

PPN sebesar Rp500.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp5.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp17.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.

Rabu, 09 Januari 2013

Cara Menghitung Pasal 21 dengan PTKP Tahun 2013



Dasar Hukum : 
Pasal 7 dan 8 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh (Pajak Penghasilan). 



Pengertian PTKP

PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi jumlahnya dibawah PTKP tidak akan terkena Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.


Besarnya PTKP Untuk Tahun Pajak 2013

Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk tahun pajak 2013 sebagai berikut : 
Rp24.300.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi; 

Rp2.025.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; 

Rp24.300.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008; 

Rp2.025.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. 


PTKP ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2013.


Penerapan PTKP Dalam Perhitungan PPh Pasal 21 Dan PPh Orang Pribadi Tahun 2013


Penerapan ketentuan tersebut ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.


Contoh :


Tahun 2013 Junaedi berstatus Kawin anak 1.


Pada Pebruari Tahun 2013 Isteri Junaedi melahirkan anak.


PTKP Tahun 2013 untuk status junaedi adalah Kawin anak 1


Penerapan PTKP Tahun 2013 untuk satu tahun :



PTKP Untuk Laki-laki Tidak Kawin dan Wanita (kawin/tidak kawin) 


STATUS 

TK/0 

TK/1 

TK/2 

TK/3 


Wajib Pajak (Laki-laki tidak kawin & Wanita) 

24.300.000 

26.325.000 

28.350.000 

30.375.000 



Penjelasan : 
Status Wanita meskipun sudah kawin tetap mempunyai PTKP tidak kawin kecuali dapat membuktikan bahwa suami tidak bekerja (dari Instansi terkait/kelurahan) 

TK/0 = Tidak Kawin tidak ada tanggungan ( 24.300.000 ) 

TK/1 = Tidak Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000) 

TK/2 = Tidak Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000 + 2.025.000) 

TK/3 = Tidak Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000 + 2.025.000 + 2.025.000) 



PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Tidak Bekerja/Tidak Usaha 


STATUS 

K/0 

K/1 

K/2 

K/3 


Istri Tdk Kerja/ Tdk Usaha 

26.325.000 

28.350.000 

30.375.000 

32.400.000 



Penjelasan PTKP Suami apabila Kawin tetapi Isteri Tidak Bekerja: 
K/0 = Kawin tidak ada tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000 ) 

K/1 = Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000+2.025.000) 

K/2 = Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000+2.025.000+2.025.000) 

K/3 = Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000+2.025.000+2.025.000+2.025.000) 



PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Bekerja/Usaha 


STATUS 

K/I/0 

K/I/1 

K/I/2 

K/I/3 


Istri Kerja/Usaha 

50.625.00 

52.650.000 

54.675.000 

56.700.000 



Penjelasan PTKP Suami apabila Kawin dan Isteri Bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja atau usaha : 
PTKP untuk isteri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung dengan suami, yang digabung dengan PTKP suami hanya yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja dan/atau isteri yang usaha (penghasilan digabung dengan penghasilan suami) 

K/I/0 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha tidak ada tanggungan ( 24.300.000 + 24.300.000+2.025.000 ) 

K/I/1 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 1 (satu) tanggungan ( 24.300.000 + 24.300.000+2.025.000+2.025.000) 

K/I/2 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 2 (dua) tanggungan ( 24.300.000 +24.300.000+ 2.025.000+2.025.000+2.025.000) 

K/I/3 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 3 (tiga) tanggungan ( 24.300.000 + 24.300.000+2.025.000+2.025.000+2.025.000+2.025.000) 


Dalam menghitung PPh 21 besarnya PTKP maksimal Rp 32.400.000, sedangkan dalam menghitung PPh Orang Pribadi besarnya PTKP maksimal menjadi Rp 56.700.000 untuk WP dengan status K/I/3


SUMBER: http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/11/25/cara-menghitung-pph-pasal-21-dengan-ptkp-tahun-2013-511673.html

Sabtu, 05 Januari 2013

CERPEN :KADO TERINDAH UNTUK EVA


Jarum jam di tangan sheila telah menunjukkan angka panjang ke 11. Dita yang ditungguin pun belum kunjung datang. Setelah setengah jam berlalu, dita pun akhirnya datang. Dengan muka sheila yang cemberut pun dita minta maaf karena harus membantu ibunya berjualan di tokonya.
“ memang ga ada yang bantuin ibu mu dit selain kamu? biasanya eva yang bantuin ibu kamu dit?”,tanya sheila dengan raut wajah dengan sedikit cemberut.
“ ada shel,eva memang yang sering jagain toko tapi sekarang dia dirawat dirumah sakit”, ucap dita dengan sedih.
“ ya Allah,  eva sakit apa dit? Maaf yah dit aku jadi marah-marah gini sama kamu.” Ucapnya.
Tanpa disengaja air mata dita pun turun membasahi pipinya, ia pun menjawab dengan tersedu-sedu “ si..evaa.. mengi..dap..kanker darah stadium akhir sheil.” Sambil mengelap air matanya dengan tisu.
Sheila yang merasa bersalah tadi, langsung menunjukkan ekspresi sedihnya kepada dita. Sheila cukup lama mengenal sosok adiknya dita itu. Tanpa berlama-lama sheila pun ingin pergi menengok adikknya dita yang tengah sakit tersebut.
“sudah dit, aku yakin si eva bisa cepat sembuh, kamu jangan sedih begini aku juga ikut sedih dit, ayoo sebagai gantinya anterin aku ke rumah sakit, aku ingin tengokin si eva dit, ayoo’’, Ucapnya.
Sheila pun langsung menarik tangannya dita, dan bergegas untuk pergi ke rumah sakit tempat adiknya dita dirawat, sheila langsung menyetop taksi yang ingin ditumpanginya.
Sesampainya dirumah sakit, dita menunjukkan kamar eva dirawat, dengan raut muka yang sedih sheila tidak bisa menahan tangis, ia pun menangis saat melihat kondisi adiknya dita yang terbaring lemah dengan selang infus ditangannya dan tabung oksigen di sisi kirinya. Dita pun memanggil sheila untu keluar sebentar karena ada yang ingin dibicarakan ke sheila.
“ sheil, ada satu hal yang aku ingin bicarakan sama kamu ? ucapnya.
“ ada apa dit?, ngomong aja dit sama aku”, dengan raut muka yang penasaran.
“ gini shel,tiga hari lagi eva akan berulang tahun, dan eva meminta satu permintaan ke ibu aku, bahwa dia ingin sekali melihat matahari terbenam di pantai anyer untuk yang terakhir kalinya karena ia tidak tahu lagi kapan ia bisa pergi kesana. Ibuku  bingung karena eva tidak diizinkan oleh dokter untuk pergi jauh, jika dipaksakan akan berakibat fatal pada diri eva shel, sekarang aku benar-benar bingung harus berbuat apa untuk eva.”, ucapnya dengan sedih
“oke dit, kita dapat bicarakan kepada dokternya nanti untuk masalah tersebut, lebih baik kita lihat dulu perkembangan si eva, aku yakin kalo perkembangan dia baik dokter pun pasti mengizinkan untuk pergi kesana,  yang paling penting beri dia semangat untuk hidupnya demi kesembuhan dia dit!”,tangkas si shela.
Kemudian, dua hari setelah sheila menjenguk eva, sheila mendapat kabar dari dita bahwa kondisi eva sudah mendingan dan dita meminta sheila  untuk mengantarkan nya ke rumah sakit sekalian berbicara kepada dokter mengenai permintaan eva tersebut.
Sesampainya di rumah sakit, dita dan sheila pun langsung menghampiri dokter yang menangani penyakit eva. Dengan sigap mereka langsung berbicara kepada dokter berhubung kondisi eva sudah baikan dan berharap dokter akan mengizinkan eva untuk pergi ke pantai anyer. Setelah lama bercakap-cakap dokter pun dengan berat hati mengizinkan eva untuk pergi ke pantai anyer dengan syarat ia tidak boleh capek dan berlama-lama terkena angin dan eva pun harus memakai sweater.
Dengan gembira dita dan sheila langsung menuju kamar dimana eva dirawat. “eva, aku akan mengabulkan permintaan kamu di hari ulang tahun mu besok, kamu jangan khawatir besok kita akan bersenang-senang disana! Ucap dita dengan nada gembira” , eva pun tersenyum dan memeluk dita dengan erat tanpa mengucap satu kata pun.
Keesokan harinya, tepat dimana eva berulang tahun. “eva selamat ulang tahun ya, semoga perjalan kita hari ini menjadi perjalanan yang paling berkesan buat kamu. Ucap dita” , “iya terimakasih ya kak, tenang saja aku tidak akan menyia-nyiakan perjalanan terakhir ku bersama kalian, ucap eva dengan nada bergetar”. Mereka pun saling berpelukan.
Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 pagi mereka pun sudah bersiap-siap untuk pergi ke pantai anyer tak lupa dita pun juga mengajak sahabatnya sheila untuk merasakan indahnya pantai anyer bersama-sama. Dengan jarak yang lumayan jauh dari rumahnya mereka pun segera berangkat. Selama perjalanan eva  pun bercanda tawa dengan gembira bersama dita dan sheila, hal yang sudah lama sekali dita dan sheila tak pernah melihat eva bisa tertawa lepas seperti itu.
Sesampainya disana, dita dan sheila pun langsung bermain air di pantai sedangkan eva hanya duduk saja di bawah pasir bersama ibunya karena eva tidak boleh terlalu capek dan terkena angin pantai. Tapi, hal itu tidak menjadi masalah buat eva. Dengan ia bisa melihat ombak dan matahari terbenam di pantai anyer bersama mereka itu sudah lebih dari cukup untuknya.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, dimana sebentar lagi matahari akan terbenam. “eva ayo kesini, kita lihat matahari terbenam lebih dekat!” ucap dita dengan senang. eva pun langsung menghampiri kakak nya yang sudah berdiri di pinggir pesisir pantai sambil menunggu matahari terbenam dari ufuk barat.
Wajah eva saat itu sangat lah bahagia, dita pun bisa merasakan kebahagiaan yang dirasakan oleh eva. Mereka saling berpegangan tangan sambil melihat matahari yang sudah setengah terbenam. “kak, terimakasih ya aku senang sudah diajak kesini sampai aku bisa melihat matahari terbenam bersama kakak.” Ucap eva , dengan mata bergenang dita pun langsung berkata “iya, sama-sama ya adikku sayang, aku juga senang bisa melihat matahari terbenam bersama kamu. Kamu harus sembuh va, kamu nggak boleh nyerah biar kita bisa melihat matahari terbenam bersama lagi”. Mereka pun menangis sambil berpelukan karena mereka tidak tahu apakah bisa merasakan moment bersama seperti ini lagi atau tidak.
Keesokan harinya, eva pun harus kembali ke rumah sakit karena ibu nya tidak mau penyakit eva kembali parah. Eva pun sekarang sudah tidak pernah mengeluh lagi untuk dirawat, menjalan kemotrapi, sampai harus mengganti infusan berkali-kali. Entah apa yang dirasakan oleh eva, seperti nya ia sudah siap untuk semua yang akan dihadapi nya. Dita sheila serta ibunda nya pun sangat merasa sedih.
Ketika jam menunjukkan pukul 8 malam, eva merasakan panas yang sangat tinggi sehingga dokter harus memeriksa keadaan eva. Dengan khawatir ibunya, dita serta sheila harus keluar dan menunggu kabar dari dokter. Setelah beberapa menit dokter memeriksa keadaan eva, dokterpun keluar dari ruangan dengan wajah cemas. Dengan sigap dita langsung berkata “dok, apa yang terjadi dengan adik saya?!” Sambil meneteskan air mata ,  “kondisi adikmu semakin parah, badannya semakin lemah, kerja jantung nya pun juga sudah sangat lemah. Sepertinya kalian harus sudah bisa mengikhlaskan eva. Ucap dokter dengan wajah sedih”. dita pun menangis dengan terisak.
Ibunya yang sudah tidak tahan lagi ia pun menghampiri eva seorang diri, sambil memegang erat tangan eva dan tak berhenti meneteskan air mata. Mata eva pun terbuka dan berkata dengan suara lirih “bu, maafin semua kesalahan eva selama ini, ibu harus ikhlas kalau eva harus pergi ninggalin ibu, ibu nggak boleh sedih, ibu harus jagain kak dita. eva bahagia sama keadaan eva yang sekarang, eva sudah nggak sabar pingin bertemu sama Allah bu.” Ibunya hanya bisa menangis terisak mendengar ucapan eva tadi.
Akhirnya, mereka pun sudah siap dan ikhlas jika eva harus meninggalkan mereka semua. Tepat pukul 9 malam mereka berdiri disamping kasur eva dan disaat itu juga eva mengehembuskan nafas panjang untuk yang terakhir kalinya dengan wajah tersenyum. mereka semua pun tabah dan ikhlas melihat eva yang sekarang sudah menghadap ke yang Maha Kuasa.