Jarum jam di tangan sheila
telah menunjukkan angka panjang ke 11. Dita yang ditungguin pun belum kunjung
datang. Setelah setengah jam berlalu, dita pun akhirnya datang. Dengan muka
sheila yang cemberut pun dita minta maaf karena harus membantu ibunya berjualan
di tokonya.
“ memang ga ada yang
bantuin ibu mu dit selain kamu? biasanya eva yang bantuin ibu kamu dit?”,tanya
sheila dengan raut wajah dengan sedikit cemberut.
“ ada shel,eva memang yang
sering jagain toko tapi sekarang dia dirawat dirumah sakit”, ucap dita dengan
sedih.
“ ya Allah, eva sakit apa dit? Maaf yah dit aku jadi
marah-marah gini sama kamu.” Ucapnya.
Tanpa disengaja air mata
dita pun turun membasahi pipinya, ia pun menjawab dengan tersedu-sedu “
si..evaa.. mengi..dap..kanker darah stadium akhir sheil.” Sambil mengelap air
matanya dengan tisu.
Sheila yang merasa
bersalah tadi, langsung menunjukkan ekspresi sedihnya kepada dita. Sheila cukup
lama mengenal sosok adiknya dita itu. Tanpa berlama-lama sheila pun ingin pergi
menengok adikknya dita yang tengah sakit tersebut.
“sudah dit, aku yakin si
eva bisa cepat sembuh, kamu jangan sedih begini aku juga ikut sedih dit, ayoo
sebagai gantinya anterin aku ke rumah sakit, aku ingin tengokin si eva dit,
ayoo’’, Ucapnya.
Sheila pun langsung
menarik tangannya dita, dan bergegas untuk pergi ke rumah sakit tempat adiknya
dita dirawat, sheila langsung menyetop taksi yang ingin ditumpanginya.
Sesampainya dirumah sakit,
dita menunjukkan kamar eva dirawat, dengan raut muka yang sedih sheila tidak
bisa menahan tangis, ia pun menangis saat melihat kondisi adiknya dita yang
terbaring lemah dengan selang infus ditangannya dan tabung oksigen di sisi
kirinya. Dita pun memanggil sheila untu keluar sebentar karena ada yang ingin
dibicarakan ke sheila.
“ sheil, ada satu hal yang
aku ingin bicarakan sama kamu ? ucapnya.
“ ada apa dit?, ngomong
aja dit sama aku”, dengan raut muka yang penasaran.
“ gini shel,tiga hari lagi
eva akan berulang tahun, dan eva meminta satu permintaan ke ibu aku, bahwa dia
ingin sekali melihat matahari terbenam di pantai anyer untuk yang terakhir
kalinya karena ia tidak tahu lagi kapan ia bisa pergi kesana. Ibuku bingung karena eva tidak diizinkan oleh dokter
untuk pergi jauh, jika dipaksakan akan berakibat fatal pada diri eva shel,
sekarang aku benar-benar bingung harus berbuat apa untuk eva.”, ucapnya dengan
sedih
“oke dit, kita dapat
bicarakan kepada dokternya nanti untuk masalah tersebut, lebih baik kita lihat
dulu perkembangan si eva, aku yakin kalo perkembangan dia baik dokter pun pasti
mengizinkan untuk pergi kesana, yang
paling penting beri dia semangat untuk hidupnya demi kesembuhan dia
dit!”,tangkas si shela.
Kemudian, dua hari setelah
sheila menjenguk eva, sheila mendapat kabar dari dita bahwa kondisi eva sudah
mendingan dan dita meminta sheila untuk
mengantarkan nya ke rumah sakit sekalian berbicara kepada dokter mengenai
permintaan eva tersebut.
Sesampainya di rumah sakit,
dita dan sheila pun langsung menghampiri dokter yang menangani penyakit eva.
Dengan sigap mereka langsung berbicara kepada dokter berhubung kondisi eva
sudah baikan dan berharap dokter akan mengizinkan eva untuk pergi ke pantai
anyer. Setelah lama bercakap-cakap dokter pun dengan berat hati mengizinkan eva
untuk pergi ke pantai anyer dengan syarat ia tidak boleh capek dan berlama-lama
terkena angin dan eva pun harus memakai sweater.
Dengan gembira dita dan
sheila langsung menuju kamar dimana eva dirawat. “eva, aku akan mengabulkan
permintaan kamu di hari ulang tahun mu besok, kamu jangan khawatir besok kita
akan bersenang-senang disana! Ucap dita dengan nada gembira” , eva pun
tersenyum dan memeluk dita dengan erat tanpa mengucap satu kata pun.
Keesokan harinya, tepat
dimana eva berulang tahun. “eva selamat ulang tahun ya, semoga perjalan kita
hari ini menjadi perjalanan yang paling berkesan buat kamu. Ucap dita” , “iya
terimakasih ya kak, tenang saja aku tidak akan menyia-nyiakan perjalanan
terakhir ku bersama kalian, ucap eva dengan nada bergetar”. Mereka pun saling
berpelukan.
Jam sudah menunjukkan
pukul 08.00 pagi mereka pun sudah bersiap-siap untuk pergi ke pantai anyer tak
lupa dita pun juga mengajak sahabatnya sheila untuk merasakan indahnya pantai
anyer bersama-sama. Dengan jarak yang lumayan jauh dari rumahnya mereka pun
segera berangkat. Selama perjalanan eva
pun bercanda tawa dengan gembira bersama dita dan sheila, hal yang sudah
lama sekali dita dan sheila tak pernah melihat eva bisa tertawa lepas seperti
itu.
Sesampainya disana, dita
dan sheila pun langsung bermain air di pantai sedangkan eva hanya duduk saja di
bawah pasir bersama ibunya karena eva tidak boleh terlalu capek dan terkena
angin pantai. Tapi, hal itu tidak menjadi masalah buat eva. Dengan ia bisa
melihat ombak dan matahari terbenam di pantai anyer bersama mereka itu sudah
lebih dari cukup untuknya.
Tak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul setengah enam sore, dimana sebentar lagi matahari akan
terbenam. “eva ayo kesini, kita lihat matahari terbenam lebih dekat!” ucap dita
dengan senang. eva pun langsung menghampiri kakak nya yang sudah berdiri di
pinggir pesisir pantai sambil menunggu matahari terbenam dari ufuk barat.
Wajah eva saat itu sangat
lah bahagia, dita pun bisa merasakan kebahagiaan yang dirasakan oleh eva.
Mereka saling berpegangan tangan sambil melihat matahari yang sudah setengah
terbenam. “kak, terimakasih ya aku senang sudah diajak kesini sampai aku bisa
melihat matahari terbenam bersama kakak.” Ucap eva , dengan mata bergenang dita
pun langsung berkata “iya, sama-sama ya adikku sayang, aku juga senang bisa
melihat matahari terbenam bersama kamu. Kamu harus sembuh va, kamu nggak boleh
nyerah biar kita bisa melihat matahari terbenam bersama lagi”. Mereka pun
menangis sambil berpelukan karena mereka tidak tahu apakah bisa merasakan
moment bersama seperti ini lagi atau tidak.
Keesokan harinya, eva pun
harus kembali ke rumah sakit karena ibu nya tidak mau penyakit eva kembali
parah. Eva pun sekarang sudah tidak pernah mengeluh lagi untuk dirawat,
menjalan kemotrapi, sampai harus mengganti infusan berkali-kali. Entah apa yang
dirasakan oleh eva, seperti nya ia sudah siap untuk semua yang akan dihadapi
nya. Dita sheila serta ibunda nya pun sangat merasa sedih.
Ketika jam menunjukkan
pukul 8 malam, eva merasakan panas yang sangat tinggi sehingga dokter harus
memeriksa keadaan eva. Dengan khawatir ibunya, dita serta sheila harus keluar
dan menunggu kabar dari dokter. Setelah beberapa menit dokter memeriksa keadaan
eva, dokterpun keluar dari ruangan dengan wajah cemas. Dengan sigap dita
langsung berkata “dok, apa yang terjadi dengan adik saya?!” Sambil meneteskan
air mata , “kondisi adikmu semakin
parah, badannya semakin lemah, kerja jantung nya pun juga sudah sangat lemah.
Sepertinya kalian harus sudah bisa mengikhlaskan eva. Ucap dokter dengan wajah
sedih”. dita pun menangis dengan terisak.
Ibunya yang sudah tidak
tahan lagi ia pun menghampiri eva seorang diri, sambil memegang erat tangan eva
dan tak berhenti meneteskan air mata. Mata eva pun terbuka dan berkata dengan
suara lirih “bu, maafin semua kesalahan eva selama ini, ibu harus ikhlas kalau
eva harus pergi ninggalin ibu, ibu nggak boleh sedih, ibu harus jagain kak
dita. eva bahagia sama keadaan eva yang sekarang, eva sudah nggak sabar pingin
bertemu sama Allah bu.” Ibunya hanya bisa menangis terisak mendengar ucapan eva
tadi.
Akhirnya, mereka pun sudah
siap dan ikhlas jika eva harus meninggalkan mereka semua. Tepat pukul 9 malam
mereka berdiri disamping kasur eva dan disaat itu juga eva mengehembuskan nafas
panjang untuk yang terakhir kalinya dengan wajah tersenyum. mereka semua pun
tabah dan ikhlas melihat eva yang sekarang sudah menghadap ke yang Maha Kuasa.