Minggu, 03 Juni 2012

Anjak Piutang ( Factoring)


Pengertian Anjak Piutang (Factoring)
Menurut Perpres no.9 tahun 2009 tentang lembaga pembiayaan, Anjak piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.
Menurut KeMenKeu nomor 172/KMK/2002, anjak piutang (factoring) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri.

·         Kegiatan Anjak Piutang
Usaha Anjak Piutang dilakukan dengan melakukan suatu kegiatan pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek yang timbul dari transaksi perdagangan, baik transaksi yang terjadi di dalam atau luar negeri. Kegiatan Anjak Piutang dilakukan dengan cara pengambilalihan atau pembelian piutang tersebut. Anggapan masyarakat saat ini, Anjak Piutang hanya dapat berperan sebagai pihak yang dapat membantu permasalahan likuiditas dari perusahaan yang mempunyai piutang. Namun, sebenarnya jasa Anjak Piutang sendiri sangat bervariasi dan tidak terbatas pada penyediaan dana tunai saja.
Anjak Piutang dapat berupa kegiatan pembelian piutang dengan atau tanpa fasilitas pembayaran awal (Financing Factoring) dan kegiatan pengurusan administrasi piutang (Non-Financing Factoring). Pada kegiatan Financing Factoring, Factor setuju untuk membeli piutang dari pihak lain yang memiliki tagihan yang belum jatuh tempo, dengan persyaratan-persyaratan dan harga tertentu yang disepakati. Jenis Anjak Piutang ini dapat membantu Klien yang mempunyai kesulitan likuiditas. Dengan penjualan piutang tersebut, Klien dapat memanfaatkan uang tunai yang diperoleh dari Factor untuk meneruskan usahanya tanpa perlu menunggu saat jatuh tempo atas piutang-piutangnya.
         Namun, perlu diperhatikan bahwa tidak semua piutang yang dimiliki Klien dapat dijual dan dialihkan kepada Factor. Terbatas hanya pada piutang yang timbul dari transaksi perdagangan yang dilakukan oleh Klien saja yang dapat dijual dan dialihkan.

·         Pihak- pihak yang terlibat
Dalam kegiatan anjak piutang terdapat tiga pelaku utama yang terlibat yaitu:
1.    Perusahaan anjak piutang (factor), factor adalah perusahaan atau pihak yang menawarkan jasa anjak piutang,
2.    Klien (Supplier), klien adalah pihak yang menggunakan jasa perusahaan anjak piutang, dan
3.    Nasabah (Customer) atau yang disebut dengan debitor adalah pihak-pihak yang mengadakan transaksi dengan klien.

·         Jenis-jenis Anjak Piutang
Jenis dari jasa anjak piutang bergantung pada perjanjian antara klien dan factor, atas dasar tersebut jasa anjak piutang dapat dibedakan atas dasar hal-hal berikut ini:
1. Berdasarkan Jasa yang Ditawarkan, dibagi menjadi 4, diantaranya:
ü  Full Service Factoring
Yaitu kegiatan anjak piutang yang mencakup semua jasa Anjak Piutang baik financing maupun non financing.
ü  Maturity Factoring
Yaitu kegiatan anjak piutang dimana klien hanya memerlukan jasa non financing. Anjak piutang jenis ini memberikan jasa proteksi risiko piutang, administrasi penjualan secara menyeluruh, dan penagihan
ü  Bulk Anjak Piutang
Yaitu kegiatan anjak piutang dimana klien hanya memerlukan jasa financing (advance payment) dengan persyaratan adanya pemberitahuan kepada customer (notice to debtors). Anjak piutang jenis ini memberikan jasa pembiayaan dan pemberitahuan saat jatuh tempo pada nasabah, tanpa memberikan jasa lain seperti proteksi resiko piutang, administrasi penjualan, dan penagihan.
ü  Agency Factoring
Yaitu kegiatan anjak piutang dimana klien memerlukan jasa non financing kecuali penagihan kepada customer, yang tetap diakukan oleh klien.

 2. Berdasarkan Distribusi Risiko, dibagi menjadi 2, diantaranya:
ü  With Resource Factoring.
Cara kerja jenis anjak piutang ini, yaitu apabila pihak perusahaan anjak piutang (Factor) tidak mendapatkan atau tidak semuanya mendapatkan tagihannya dari pihak nasabah (pelanggan) maka penjual piutang (Clien) masih tetap bertanggung jawab untuk melunasinya.
ü  Without Recourse Factoring
Cara kerja jenis anjak piutang ini, yaitu yang meletakkan beban tagihan beserta seluruh resikonya sepenuhnya pada pihak perusahaan anjak piutang (Factor). Jika terjadi kegagalan dalam hal penagihan piutang jenis ini adalah merupakan tanggung jawab pihak perusahaan anjak piutang (Factor) sendiri. Sementara pihak penjual piutang (Clien) tidak lagi bertanggung jawab dan tidak dapat dikembalikan penagihan kepada pihak Clien.

 3.    Berdasarkan Wilayah, dibagi menjadi 2 diantaranya:
ü  Domestic Factoring
Yaitu cara kerja pengalihan piutang melalui Anjak Piutang yang semua pihak berada dalam satu Negara.
ü  Intenational Factoring
Yaitu cara kerja anjak piutang dalam hal pihak nasabahnya berada di luar negeri. Untuk International Factoring ini sering disebut juga dengan istilah Exsport Factoring.

4 Berdasarkan Keterlibatan Nasabah Dalam Perjanjian, dibagi menjadi 2 diantaranya:
ü  Disclosed factoring
Penyerahan atau penjualan piutang oleh klien kepada factor dalam disclosed factoring adalah dengan sepengetahuan pihak nasabah.
ü  Undisclosed factoring
Penyerahan atau penjualan piutang oleh klien kepada factor dalam undisclosed factoring adalah dengan tanpa sepengetahuan pihak nasabah.
5.    Berdasarkan Pembayaran kepada Klien, dibagi menjadi 3 diantaranya:
ü  Advanced payment
Yaitu transaksi anjak piutang dengan memberikan pembayaran di muka (prepayment financing) oleh perusahaan anjak piutang kepada klien berdasarkan penyerahan faktur yang besarnya berkisar 80% dari nilai faktur.
ü  Maturity
     Transaksi pengalihan piutang yang pembayarannya dilakukan perusahaan anjak piutang pada saat piutang tersebut jatuh tempo. Pembayaran tagihan tersebut biasanya dilakukan berdasarkan rata-rata jatuh tempo tagihan (faktur). Untuk lebih jelasnya lihat kembah maturity factoring yang telah dibahas terdahulu.
ü  Collection
      Yaitu transaksi pengalihan piutang yang pembayarannya akan dilakukan apabila perusahaan anjak piutang berhasil melakukan penagihan terhadap debitor.


  •        Manfaat Anjak Piutang (Factoring)
Manfaat anjak piutang bagi klien dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut:
a. Membantu administrasi penjualan dan penagihan (sales ledgering and collection services)
           Perusahaan anjak piutang memperoleh fee atau komisi sebesar persentase tertentu dari jumlah piutang yang dianjak-piutangkan atas jasa jasa administrasi yang diberikan sebagai bagian dari perjanjian anjak piutang. Jasa jasa tersebut meliputi administrasi piutang yang dianjak-piutangkan dan membantu penagihannya. Dengan mengalihkan tugas pembukuan kepada perusahaan anjak piutang akan timbul beban biaya atas klien.
b. Membantu beban risiko (credit inscrrance)
           Kadang-kadang klien (supplier) membatasi penjualannya hanya kepada nasabah lama saja karena alasan risiko kredit. Sehingga kemungkinan mereka menolak menjual kredit kepada nasabah baru. Hal tersebut berarti suatu kerugian, bukan saja semata-mata rugi materi yaitu akibat batalnya memperoleh keuntungan yang sudah di depan mata tetapi juga rugi secara immateriel dalam hal goodwill. Sekiranya risiko dapat dibagi dengan perusahaan anjak piutang berarti akan meningkatkan keuntungan karena pesanan barang dari nasabah baru tidak perlu lagi ditolak
c. Memperbaiki sistem penagihan
Keuntungan lain perusahaan anjak piutang adalah memperbaiki sistem penagihan. Apabila suatu perusahaan anjak piutang membeli suatu tagihan, tentu perusahaan tersebut mengharapkan untuk , dibayar pada saat jatuh temponya. Hat tersebut berarti perusahaan anjak piutang akan memantau pembayarannya dan memberitahukan kepada klien tagihan-tagihan yang telah jatuh tempo. Klien biasanya melakukan revisi posisi tagihan yang dianjak-piutangkan. Dalam melakukan penagihan, perusahaan anjak piutang sedapat mungkin tidak memperburuk hubungan antara kliennya dengan nasabah atau customer.
d. Membantu memperlancar modal kerja
Dengan anjak piutang, setiap penjualan praktis berarti penjualan tunai dan ini berarti terlepas dari masalah kredit. Di samping itu, klien dapat menawarkan penjualan kredit untuk jangka waktu yang sedikit lebih panjang untuk menarik lebih banyak nasabah. Hal tersebut akan lebih kompetitif karena klien akan dapat meningkatkan pangsa pasarnya.

  • Masalah Anjak Piutang di Indonesia
Regulasi Perjanjian Anjak Piutang Harus Diperkuat
      Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai belum memberi perhatian khusus terhadap praktek perjanjian anjak piutang di Indonesia. Padahal, lembaga anjak piutang sangat berguna untuk masyarakat lapisan menengah ke bawah. Anjak piutang, biasa disebut factoring, bisa membantu orang-orang yang tidak punya uang tunai saat bertransaksi.
Regulasi anjak piutang inilah yang disoroti Fauzie Yusuf Hasibuan dalam disertasinya yang bertajuk 'Harmonisasi Prinsip UNIDROIT ke dalam Sistem Hukum Indonesia untuk Mewujudkan Keadilan Berkontrak dalam Kegiatan Anjak Piutang'. Fauzi, pria kelahiran Medan 3 Mei 1954, sehari-hari menjabat sebagai Ketua Komisi Pendidikan Profesi Advokat Indonesia (KP2AI) Peradi. Ia mempertahankan disertasi doktor dalam bidang ilmu hukum dengan mengangkat tema tersebut.
Anjak piutang atau factoring adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan atas transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Intinya, adalah adanya pengalihan piutang salah satu pihak ke pihak lain.  
Fauzie berpendapat selama ini pengaturan anjak piutang masih terpaku pada asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Kontrak anjak piutang dianggap sah bila sudah memenuhi persyaratan Pasal 1320 KUH Perdata.
Masalahnya, transaksi yang menggunakan anjak piutang dirasa belum memberikan keadilan jika semata-mata didasarkan pada rezim kebebasan berkontrak. “Dalam praktek, kontrak yang dilaksanakan berdasarkan asas kebebasan berkontrak ternyata belum memberikan keadilan kepada para pihak, sehingga berakibat sering menimbulkan masalah dalam pelaksanaan,” ujarnya dalam sidang promosi doktor ilmu hukum di Universitas Jayabaya, Jakarta Kamis (17/12). Ia menilai posisi antara perusahaan anjak piutang (factor) tidak setara dengan posisi pengguna jasa anjak piutang (clien).
Fauzie mengatakan, dalam kegiatan anjak piutang, tingkat kepercayaan factor terhadap clien sangat rendah. Namun, karena posisi factor yang kuat maka dalam kontrak anjak piutang banyak dituangkan klausul-klausul yang merupakan perwujudan kehendak factor guna memberikan perlindungan kepada factor dari resiko kerugian usaha. “Bila seperti ini maka kontrak anjak piutang tidak memberi rasa keadilan yang dicita-citakan oleh hukum,” jelasnya. 
Lebih lanjut, Fauzie berpendapat perlu adanya UU yang mengatur secara khusus aturan anjak piutang ini. Ia juga menyarankan perlunya harmonisasi prinsip-prinsip hukum kontrak internasional yang telah diluncurkan oleh UNIDROIT, International Institute for the Unification of Private Law. Ia berharap prinsip-prinsip internasional ini diakomodir sebagai hukum positif untuk membatasi asas kebebasan berkontrak.
Beberapa prinsip internasional UNIDROIT yang dimaksud adalah keseimbangan dan  keterbukaan. Artinya, harus ada keseimbangan antara factor dengan clien. Sehingga posisi clien tidak lagi berada di bawah factor. Selain itu, prinsip keterbukaan juga perlu dimasukan agar sesama pihak saling memahami kondisinya. “Ini terkait dengan prinsip itikad baik dan transaksi jujur,” tuturnya.
Pendapat Fauzie ini bukan tanpa kritikan. Sejumlah akademisi yang menguji disertasinya melontarkan beberapa pertanyaan. Salah seorang penguji, Zulkarnain Sitompul mempertanyakan apakah memasukan prinsip UNIDROIT ke dalam hukum positif adalah satu-satunya cara untuk membuat praktek anjak piutang menjadi lebih baik. “Apalagi politik hukum kita belum sampai ke sana,” tuturnya.
Berdasarkan catatan hukumonline, program legislasi nasional (prolegnas) juga belum memasukan RUU yang berkaitan dengan anjak piutang untuk segera dibahas. Sejauh ini, pengaturan tentang anjak piutang sedikit tertuang dalam Keppres No 61 Tahun 1988 tentang Perusahaan Pembiayaan dan beberapa Keputusan atau Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang Lembaga Pembiayaan.
Fauzie berpendapat para penegak hukum sebenarnya sudah bisa langsung menggunakan prinsip-prinsip internasional itu meski belum ada aturannya. “Penegak hukum langsung saja menggunakan prinsip-prinsip itu walau belum diharmonisasi ke dalam hukum positif,” ujarnya. Misalnya, seorang hakim yang memutus sengketa anjak piutang dengan menggunakan prinsip-prinsip internasional itu sebagai bahan pertimbangan.
Namun, Fauzie mengakui konsep itu memiliki kelemahan. “Kalau tak dimasukan ke dalam UU, orang akan tetap berlindung dibalik prinsip kebebasan berkontrak,” ujarnya. Karena itu, aturan anjak piutang dalam hukum positif sangat diperlukan untuk menjamin kepastian hukum pelaksanaan anjak piutang.

·            Sumber Materi:



                               







Tidak ada komentar:

Posting Komentar