Sewa Guna Usaha
(Leasing)
·
Pengertian sewa guna usaha (leasing)
Pengertian
sewa guna usaha menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tanggal
21 Nopember 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha: “Sewa guna usaha adalah
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara guna usaha
dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating
lease), untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu
berdasarkan pembayaran secara berkala.
Transaksi
leasing melibatkan 3 pihak, yaitu:
a. Lessor adalah
perusahaan leasing atau dalam hal ini pihak yang memiliki hak kepemilikan atas
barang (asset)
b.
Lesse adalah perusahaan
atau pemakai barang (asset) yang memiliki hak opsi pada akhir perjanjian
c.
Supplier (vendor) adalah
pihak penjual barang yang disewa guna usahakan.
·
Teknik Pembiayaan dalam Leasing dibagi 2, yaitu:
1.
Operating Lease
Merupakan kegiatan sewa guna usaha dimana penyewa
guna usaha, tidak mempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa guna usaha.
2.
Financial Lease
Merupakan kegiatan sewa guna usaha dimana penyewa
guna usaha pada akhir masa kontrak memiliki hak opsi untuk membeli obyek sewa
guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.
·
Pihak-pihak yang terlibat dalam Leasing
ü
Lessor
Adalah perusahaan leasing atau pihak yang
memberikan jasa pembiayaan kepada pihak lesse dalam bentuk barang modal
ü Lesse
Adalah perusahaan yang memperoleh
pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor.
ü Supplier
Adalah perusahaan atau pihak yang
mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada
ü Bank atau Kreditor
Dalam suatu perjanjian atau kontrak
leasing, pihak bank atau kreditor tidak terlibat secara langsung dalam kontrak
tersebut, namun pihak bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada
lessor terutama dalam mekanisme leverage lesse dimana sumber dana pembiayaan
lessor diperoleh melalui kredit bank.
·
Kegiatan Leasing
Kegiatan usaha leasing baru diperkenalkan
pada tahun 1974 dengan surat keputusan bersama Menteri keuangan, Menteri
perindustrian, dan Menteri Perdagangan Nomor Kep.122/MK/IVi2/1974, Nomor
32/M/SK/2/1974, dan Nomor 301 Kpb/II74 tertanggal 7 januari 1974 tentang
perizinan usaha Leasing. Selanjutnya, Menteri Keuangan mengeluarkan Surat
Keputusan no.6491MKIIV/5/1974 tertanggal 6 Mei 1974 yang mengatur mengenai
ketentuan tata cara perizinan dan kegiatan usaha leasing di Indonesia. Untuk
mendukung perkembangannya, Menteri keuangan mengeluarkan surat keputusan Nomor
650/MK/IV/511974 tertanggal 6 Mei 1974 tentang penegasan ketentuan Pajak Penjualan
dan besarnya Bea Materai terhadap Usaha Leasing.
Dengan dikeluarkannya kebijaksanaan
deregulasi 20 Desember 1988 atau disebut Pakdes 20 1998 kegiatan usaha Leasing
termasuk dalam perusahaan pembiayaan. Di samping itu, Keppres Nomor 61
tahun1988 dan keputusan menteri keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20
Desember 1988 merupakan bagian dari Pakdes 88 dimana lembaga pembiayaan adalah
badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan adalah
badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana
atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Ketentuan minimum modal disetor untuk pendirian suatu perusahaan pembiayaan
yang melakukan kegiatan usaha leasing diatur dalam Pakdes 20 tahun 1988 dengan
keputusan dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20
Desember 1988, dimana jumlah modal disetor atau simpanan wajib dan pokok
ditetapkan sebagai berikut :
•
Perusahaan swasta nasional sebesar Rp 3 miliar
•
Perusahaan patungan Indonesia asing sebesar Rp 10 miliar
•
Koperasi sebesar Rp 3 miliar
·
Manfaat Leasing
1 .
Menghemat modal
2.
Flexible
3.
Sebagai sumber dana
4.
Menguntungkan Cash Flow
5. Menciptakan
keuntungan dari pengaruh inflasi (karena bersifat tetap dalam jangka menengah dan jangka panjang
sehingga nilai riil akan turun jika terjadi inflasi.
6.
Sarana Kredit jangka menengah dan panjang.
· ANALISIS PEMILIHAN
ALTERNATIF LEASING ATAU MEMBELI
ü Keputusan untuk membeli atau menglease akan
menyangkut banyak aliran kas yang sudah umum
ü Membeli atau menglease tetap akan mendatangkan
biaya operasi dan akan mendapatkan penghasilan.
BPSK kebanjiran berkas aduan masalah leasing
Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) Solo mulai kebanjiran berkas kasus dari aparat
kepolisian. Salah satu penyebab utamanya ialah kian maraknya kasus sengketa di
dunia leasing atau pembiayaan.
Wakil Ketua BPSK
Solo, Bambang Ary menjelaskan, kasus sengketa di dunia pembiayaan antara
konsumen dan pengusaha tiap waktu bukannya menurun. Melainkan, kian meningkat
tajam seiring dengan kian mudahnya leasing memberikan peminjaman uang kepada
konsumen. “Dan sejak BPSK berdiri, polisi mulai menyerahkan kasus-kasus seperti
itu kepada kami. Sejak sepekan terakhir ini, kami mulai kebanjiran berkas kasus
sengketa dari kepolisian,” jelasnya kepada Espos, Selasa (18/10).
Sejumlah berkas
sengketa yang diterima dari kepolisian itu, jelas Bambang, rata-rata didominasi
kasus perampasan, pengambilan secara sembunyi-sembunyi atas kendaraan konsumen
karena terjadi tunggakan. Konsumen yang merasa dirugikan itu, lantas tak terima
dan melapor polisi dengan tuduhan perampasan dan pencurian. “Semula, polisi
memang menduga dan memburu pelaku layaknya sebuah kasus pencurian. Setelah tertangkap,
ternyata baru diketahui bahwa itu persoalan sengketa konsumen dengan
pengusaha,” paparnya.
Tingginya kasus
sengketa leasing, jelas Bambang, kian menambah daftar panjang betapa sistem
transaksi peminjaman uang sekarang ini memiliki banyak kelemahan. Akibatnya,
pelanggaran di antara kedua belah pihak kerap terjadi. “Tak hanya pengusaha
yang nakal, tapi sekarang ini konsumen nakal juga banyak,” tegasnya.
Bambang menilai,
sudah saatnya para pelaku usaha pembiayaan melakukan pengetatan syarat bagi penerima
peminjaman uang. Bahkan, kalau perlu belajar dari sistem perbankan tanpa
bermaksud mempersulit. “Lha sekarang ini, siapa saja yang mau beli motor,
gampang sekali. Bahkan, tanpa uang DP, bisa langsung cair. Leasing tak
memperhatikan kemampuan peminjam. Akibatnya, sengketa kian marak,” tegasnya.
Di sisi lain,
Bambang, juga sama sekali tak membenarkan tindakan leasing yang menyewa debt
collector ketika menarik kendaraan. Selain tak prosedural karena tak didampingi
polisi, penarikan kendaraan selama ini juga kerap semena-mena karena terkesan
seperti pencurian dan perampasan. “Kasus yang baru saja masuk ke kami misalkan,
semuanya mirip pencurian. Tahu-tahu, kendaraan hilang saat diparkir. Ternyata,
diambil debt collector,” tegasnya.
·
Sumber Materi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar